• Ide-ide yang Hidup untuk Nutrisi Budi

    Pada waktu saya berusia balita sampai dengan SD, saya sering sekali diajak oleh Papa saya ke Toko Buku Gunung Agung yang letaknya tepat di Gedung Internusa (sekarang Pangrango Plaza & RS Siloam) di depan Kebun Raya Bogor pintu III. Di toko tersebut saya dibebaskan membaca dan memilih buku mana yang saya mau beli. Beberapa buku yang gambarnya menarik seringkali menarik perhatian saya, tapi hanya beberapa buku saja yang saya ingat pada usia tersebut hingga sekarang dan kadang seringkali terngiang cerita, tokoh, dan gagasan, dan pengalaman-pengalaman yang dihadirkan dalam buku tersebut yang membuat saya berpikir dan bertanya kenapa dan kenapa setelah saya membaca buku-buku yang sepertinya terus melekat itu.

    Buku yang dibeli tahun 1994 di Toko Gunung Agung Bogor dengan harga Rp 3.500, buku ini sudah diberikan ke Rangga
    (lebih…)
  • Prinsip-prinsip Charlotte Mason dalam Pendidikan Karakter Anak

    Prinsip-prinsip Charlotte Mason dalam Pendidikan Karakter Anak

    “Sepertinya ada yang belum terjawab? Kenapa ya?” kata Charlotte Maria Shaw Mason di setiap malam yang tenang di kamarnya dikala ia mengevaluasi ragam pemikiran filsuf masa lalu. Kira-kira mungkin seperti itu reka ulang imajinasi saya ketika membayangkan situasi yang terjadi puluhan tahun silam

    Bertahun-tahun mempelajari tentang pemikiran para filsuf terdahulu dan menjadi praktisi pendidikan membuat Charlotte Mason (CM) resah, gelisah dan tidak puas. Seperti ada kurang dan belum menjawab hal-hal yang penting seutuhnya dalam pendidikan, dalam hidup. Apalagi ketika melihat sistem pendidikan Inggris dan Eropa pada saat itu dimana terlihat banyak kegagalan. Banyak saran, opini, model dan modul terhadap sistem pendidikan tapi belum menjawab pendidikan karakter yang bisa lebih adaptif terhadap situasi, lebih holistik dan berlandaskan hukum kebenaran yang universal.

    Keresahan yang dirasakan oleh CM terasa sekali dari paparan Mba Ayu di kelas fondasi CM bagian kedua yang menceritakan tentang usaha CM selama 30-40 tahun untuk menguji segala metode pendidikan dengan menggunakan proses induktif dan aplikatif. Perjalanan CM akhirnya membuahkan suatu bentuk, suatu panduan, bukan dalam metode kaku, tapi dalam prinsip. Ya, prinsip. Sebuah kata yang membuat kami para peserta bingung dan merasa ‘malam Sabtu ini lumayan berat yah’ 🙂

    Apa itu prinsip? Apakah di dalam prinsip ada motif? Apakah prinsip itu sesuatu yang pasti akan berlaku setiap waktu dalam setiap individu? Prinsip kamu apa?

    Pertanyaan demi pertanyaan hadir dalam diskusi. Ini membuat saya semakin berpikir dan kembali mempertanyakan tujuan dari pendidikan yang muncul di pertemuan pertama.

    Ada apa dengan prinsip dan kenapa harus prinsip dalam pendidikan anak?

    Prinsip sangat penting dalam filosofi pendidikan CM. Prinsip akan menjadi fondasi dan landasan individu (misalnya anak) akan merespon dan bertindak terhadap suatu hal. Prinsip akan memandu manusia untuk bertindak selaras dan melakukannya dengan penuh kesadaran. Sesuatu bisa jadi prinsip, bukan hanya dibicarakan saja, tapi juga dipahami. Dengan adanya prinsip, pendidikan akan lebih adaptaif tidak lagi mengkotak-kotakan metode yang dipakai tapi akan lebih menyesuaikan dengan situasi keluarga, lingkungan, dan tak lekang oleh waktu.

    Lalu apa saja prinsip atau butir dalam pendidikan CM?

    Prinsip dalam memandang anak: anak sebagai individu yang utuh

    • Dalam memandang anak, kita menerapkan sudut pandang dan harus memahami betul bahwa anak merupakan manusia yang dari lahir mempunyai kepribadian yang utuh. Setiap anak sudah punya template-nya masing-masing dan bukan sebagai ember kosong atau kertas kosong yang bisa diisi sesuka hati secara otoriter tanpa kesepakatan
    • Cara berkomunikasi dan berelasi dengannya, sama dengan kita berelasi dengan manusia lainnya. Setara, semartabat, dan saling menghargai. Kesepakatan, sadar akan haknya dalam menentukan pilihan, dan memfasilitasinya untuk bisa belajar memenuhi kewajibannya adalah bagian dari proses pemenuhan prinsip
    • Yang perlu dipahami adalah, bahwa anak tidak pakem baik dan buruk tapi ada kemungkinan baik dan buruk

    Prinsip dalam otoritas dan ketaatan: keduanya bersifat alamiah dan dibatasi oleh respect

    • Otoritas dan ketaatan berlaku bagi semua orang, baik diterima atau tidak itu adalah sesuatu yang alamiah yang harus dipenuhi untuk menciptakan keharmonisan
    • Namun dalam menerapkannya kepada anak, kita sebagai orang tua harus menghargai kepribadiannya, karena otoritas bukanlan lisensi untuk menyakiti anak.
    • Orang tua dilarang mempermainkan rasa cinta, rasa takut, sugesti, atau kharisma, atau hasrat-hasrat alamiah anak lainnya

    Prinsip dalam instrumen pendidikan: Pendidikan adalah atmosfir, disiplin, kehidupan

    • Pendidikan adalah atmosfir ini saya memahami bahwa anak mempunyai kebebasan dalam berpikir dan belajar dari aktivitas alamiah kesehariannya yang nyata. Bukan menciptakan atmosfir yang dibuat-buat atau artifisial
    • Pendidikan adalah disiplin – sesuatu yang dilakukan secara rutin, terencana, sehingga melahirkan kebiasaan-kebiasaan yang positif yang berkelanjutan. Bukan dengan paksaan, tapi dengan berkesadaran. Sedikit demi sedikit lama-lama jadi habit.
    • Pendidikan adalah hidup. Ragam pengetahuan, wawasan, gagasan adalah hak anak untuk mendapatkannya. Orang tua didorong untuk memfasilitasinya ketika anak yang secara naluri dan alamiah mempunyai rasa ingin tahu dengan hal tersebut. Karena ini akan menjadi bekal hidup seiring tumbuhnya usia. Mungkin di usia awal anak, orang tua sebagai mentor, tapi seiring berkembangnya usia, orang tua bisa saja menjadi teman belajar bersama.

    Prinsip dalam penerapan instrumen pendidikan: paham tentang perilaku akalbudi dan betapa luar biasanya pikiran dan kemampuan anak dalam belajar

    • Akalbudi adalah berkah Sang Pencipta yang ada dalam anak kita. Akalbudi ini dirancang untuk menerima, mengolah pengetahuan menjadi sesuatu yang bermanfaat. Oleh karena itu, melatih anak untuk memanfaatkan akalbudinya sangat perlu dilakukan.
    • Akalbudi bersifat aktif, tidak pasif. Metode belajar dengan narasi yang indah, berdiskusi, dan mengaitkannya dengan hal-hal nyata yang ada di sekitarnya lebih penting dibanding membebani anak dengan tsunami informasi.
    • Menyajikan fakta dan alasan dalam menyajikan ide sesuai dengan minat, bukan sebagai doktrin tanpa latar belakang.
    • Menggunakan pendekatan yang kontekstual dalam setiap topik pendidikan. Sehingga anak bisa menghubungkan dan merelasikan pengetahuan tersebut dengan masalah atau kebutuhan yang ada. Bukan pengetahuan yang akhirnya tidak ada manfaatnya.
    • Rancang kurikulum tanpa membedakan kelas sosial (prinsip kesetaraan) dengan mempertimbangkan tiga aspek: kuantitas, variasi, dan kualitas
    • Prinsip sekali baca (single reading) kemudian dinarasikan harus disiplin dilakukan. Bukan dengan model pengulangan terus menerus yang melemahkankan. Pengetahuan hanya akan menjadi hafalan saja jika proses pengulangan bacaan dilakukan. Untuk anak bisa memiliki pengetahuan tersebut harus dinarasikan dan dipraktikkan.

    Prinsip dalam pembimbing pertumbuhan moral dan intelektual anak: mengenalkan hukum kehendak (the way of the will) dan hukum nalar (the way of reason)

    • Anak diajari agar bisa membedakan keinginan dan kebutuhan, sehingga ia bisa mempunyai kemampuan dalam berkehendak. Pengalaman mencoba kegiatan secara spontan, baik berhasil ataupun gagal merupakan proses pertumbuhan moral dan intelektual yang baik. Cara ini tidak membunuh orisinalitas karakternya.
    • Anak diajari cara mengelola nalar terhadap sesuatu ide, gagasan, atau situasi yang harus ia kehendaki. Tujuannya agar ia bisa menentukan pilihannya secara sadar, tahu resiko, tidak asal-asalan. Pada akhirnya anak bisa belajar kecewa dan bahagia dari pilihannya itu.

    Prinsip dalam menerapkan kebenaran: sains dan spiritual tidak terpisah. Keduanya saling melengkapi

    • Kebenaran universal adalah kebenaran yang berlaku dan hadir dalam setiap insan, karena kebenaran itu berasal dari Tuhan.
    • Kebenaran yang didapat dari proses sains dan spiritual bisa diterima oleh anak sebagai kebeneran yang memandunya untuk seimbang dalam hidup di dunia

    Menarasikan prinsip CM ini membuat saya dan istri punya sekali banyak PR, bukan PR bagi anak tapi bagi kami sebagai orang tua. Karena pada hakikatnya prinsip yang adaptif terhadap ragam situasi keluarga, lingkungan dan jaman ini akan bisa jadi prinsip kami ketika kami paham dan mencoba menerapkannya sedikit demi sedikit dalam keseharian. Mudah untuk dibaca butuh proses dan usaha untuk bisa diinternalisasi dalam perjalanan berlajar caranya hidup saya, Fety, dan Rangga.

  • [Slides] 20 Buku yang Direkomendasikan oleh Para Tokoh Dunia

    Saya pernah ikut sebuah talkshow pada tahun 2006 silam tentang self-development. Dari talkshow tersebut dibahas suatu konsep yang menarik tentang bagaimana membaca buku bisa mengubah seseorang di masa depan. Kira-kira konsepnya seperti ini:

    keadaan kita hari ini adalah cerminan dari apa yang kita baca lima tahun lalu. Diri kita lima tahun yang akan datang adalah sebuah hasil dari apa yang kita baca hari ini

    Benarkah demikian ? (lebih…)

  • Kurikulum yang Kaya dan Setara dalam Pendidikan Anak

    Pada saat SD hal yang paling menyenangkan yang selalu saya nantikan adalah jajan dan bermain dengan teman di parkiran mobil jemputan sekolah. Di SMP lebih banyak lagi: ekskul Taekwondo dan Drum Band, bermain Smackdown, bermain PS di rumah teman, class meeting, bermain Skateboard dan BMX, sampai dengan jajan di kantin. Di SMA luar biasa banyaknya, tapi kurang lebih agak mirip dengan SMP, ada ekskul, bermain games di warnet, membuat film, jadi bagian panitia dari suatu kegiatan sekolah, latihan band, bermain bola, dan aktivitas lain di luar mata pelajaran. Jadi dari SD, SMP, dan SMA belajar dengan kurikulum yang sudah diubah berkali-kali itu benar-benar tidak melekat pada saya. Hanya sebuah keharusan atau syarat yang saya harus jalani sebagai seorang murid sekolah. Bosannya luar biasa. Bel sekolah antar mata pelajaran, bel sekolah waktu istirahat, sampai dengan bel sekolah waktu pulang adalah sesuatu yang menggembirakan. Sesuatu yang ditunggu-tunggu hingga hati ini lega dan bersorak.

    Tugas atau PR dan ujian dijalani hanya untuk tetap bisa bertahan, tidak dimarahi ortu, dan dapat nilai bagus. Bahkan relasi dengan guru saya yang bermakna tidak terjadi di jam pelajaran, tapi terjadi di luar mata pelajaran. Ngobrol tentang keluarganya, hobinya, sampai membahas persiapan ngeband saya. Saya hanya belajar pada saat mau ujian saja, yang penting dapat nilai cukup, meskipun jelek ada kesempatan remed dengan pilihan membuat paper bukan ujian ulang lebih enak. Saking bosannya saya, saya pernah bolos pelajaran Fisika berturut-turut dan menunggu di kantin. Guru Fisika saya sudah tidak lagi memarahi saya, yang ada malah kesepakatan nilai. Saya memang tertarik untuk masuk IPS, lalu dia menawarkan untuk masuk kelas saja supaya tidak ada masalah dengan wali kelas dan kepala sekolah, sehingga dia menutup mata akan hasil-hasil ujian saya dan bisa memberikan nilai di rapot 7 hanya dengan masuk pas pelajarannya.

    Dari pengalaman ini, apakah sistem sekolah dengan kurikulumnya tidak berhasil memberikan manfaat yang optimal untuk siswa? Mari kita coba refleksikan bersama dengan pengalamannya masing-masing karena hal ini terjadi juga pada masanya Charlotte Mason dimana waktu itu beliau menilai kurikulum sangatlah berantakan. Situasi kurang lebih sama saat ini, dimana kurikulum dengan ragam pelajaran, durasi, dan tugas diciptakan untuk menciptakan suatu sistem kompetisi untuk naik kelas, masuk perguruan tinggi (dengan model akreditasinya) dengan tujuan utama yang sering diagung-agungkan “bisa lulus langsung kerja”. Kesempatan menjalani jalur ‘masuk sekolah dan perguruan tinggi favorit kemudian bekerja’ ini diperparah dengan situasi diskriminasi karena faktanya yang boleh menikmati hanya yang punya kemampuan ekonomi. Dalam kritiknya CM menyebutkan bahwa pendidikan jelas-jelas kini ada dalam kendali prinsip ekonomi, hukum penawaran dan permintaan.

    Kenapa sedikit sekali murid yang menanti-nanti pelajaran sekolah dan menjalaninya dengan penuh sukacita? Padahal kurikulum pendidikan Indonesia sudah berkali-kali “diupgrade”. Ragamnya ada, variasi ada, kombinasi juga ada, dengan durasi panjang, bukankah itu sudah sangat kaya?

    Kenapa tidak ada kurikulum yang setara dengan model pendidikan yang inklusif untuk semua murid?

    Apa sebenarnya kurikulum yang kaya dan setara itu?

    Dalam pendidikan CM, kurikulum yang kaya itu harus berakar dari prinsip bahwa anak dilahirkan dengan budi yang hidup yang mencari-cari kebutuhannya akan nutrisi dan sajian ide-ide yang kaya. Perilaku budi yang bisa tumbuh sesuai kodratnya ini menjadi esensi penting dalam menciptakan kurikulum untuk anak. Siapapun tanpa kecuali bisa merancang kurikulum yang kaya. Esensi kurikulum yang kaya mempunyai kerangka berikut:

    • Pendidikan adalah sains tentang relasi-relasi. Tidak ada pengetahuan yang tunggal dan bisa berdiri sediri tanpa membutuhkan pengetahuan lainnya. Pengetahuan tentang olahraga dan jasmani membutuhkan pengetahuan tentang nutrisi dan kesehatan spiritual. Pengetahuan tentang penciptaan suatu produk membutuhkan relasi antar pengetahuan. Pengetahuan tentang bermasyarakat membutuhkan pengetahuan dari pengalaman berpikir kritis, ide dan gagasan hidup dari sejarah manusia.
    • Pengetahuan harus bervariasi atau beragam, dikombinasikan, dan dirotasikan dengan durasi yang pendek, tidak membosankan/monoton, serta memancing rasa ingin tahu.
    • Pengetahuan harus dikomunikasikan dengan bahasa yang sastrawi dan terpilih sehingga merangsang daya nalar anak. Inilah salah satu kriteria penting yang terdapat dalam living books.
    • Prinsip sekali baca harus ditegakkan karena pertemuan awal anak dengan pengetahuan adalah pertemuan kodrat dan daya perhatiannya yang besar untuk melahap pengetahuan karena kebutuhan akalbudinya
    • Pengetahuan belum bisa jadi pengetahuan kalau tidak direfleksikan dan dinarasikan. Saya jadi teringat hadis yang menyebutkan “Ikatlah ilmu dengan menulisnya”. Proses bernarasi membantu anak menggenggam pengetahuan yang ia dapatkan.

    Siapapun, tanpa memandang taraf ekonomi bisa membuat kurikulum yang kaya di rumahnya masing-masing. Sehingga anak mendapatkan pendidikan yang sesuai akalbudinya dan kesetaraan pendidikan yang merdeka

    Kesempatan belajar dan bertemu dengan pengetahuan harusnya menjadi suasana yang disambut dengan sukacita oleh anak, murid/siswa karena itu adalah kodratnya. Ragamnya membuat ia bisa membuat relasi dari pengeahuan yang ia dapat sehingga bisa membantunya dalam setiap situasi. Kami sebagai orang tua bertanggung jawab untuk menyediakan kurikulum yang kaya dan setara karena itu adalah hak seorang anak ketika ia lahir di dunia sebagai pribadi yang utuh. Inilah esensi dari merdeka belajar sesungguhnya!

  • Belajar Caranya Hidup dan Tumbuh Bersama Anak dengan Charlotte Mason

    Belajar Caranya Hidup dan Tumbuh Bersama Anak dengan Charlotte Mason

    “Kamu mau ngapain ke sini? Tujuannya apa?” Charlotte Mason (CM) bertanya kepada muridnya di hari pertama sekolah menengah CM di Inggris.

    Hal yang sama terjadi di hari pertama kelas fondasi CM yang dimentori oleh Mba Ayu “Kenapa ikut kelas ini?” kata Mba Ayu bertanya kepada kami para peserta kelas.

    Bagi saya kedua pertanyaan di atas adalah pertanyaan penting yang sangat mendasar, bahkan saya sendiri membutuhkan refleksi yang mendalam dan hampir setiap hari ditanyakan kepada diri saya sendiri semenjak kelas tersebut. Jadi kenapa?

    “Saya ikut kelas fondasi CM agar bisa tumbuh bersama dengan anak saya dan anak saya bisa mendapatkan kebahagiaan dari dalam dirinya sendiri secara mandiri”, kira-kira itu jawaban saya pada saat itu. Ketika kembali direfleksikan, sepertinya akan banyak alasan-alasan lain yang berasal dari keinginan diri, tapi apakah itu memang alasan-alasan itu keinginan anak saya?

    Sang Khalik mempercayakan kepada kami seorang anak laki-laki yang saat ini berusia 6,5 tahun pasti ada alasannya. Alasannya apa? Mungkin jawabannya tidak instan kami ketahui, tapi jawaban dari CM ke muridnya sangat filosofis untuk diselami: “Mungkin kamu kesini karena untuk belajar caranya hidup.”

    Dari diskusi awal ini, kembali muncul pertanyaan dasar-dasar filosofi CM dengan memulai: “Manusia itu apa? Bagaimana masyarakat memandang manusia?” Di awal tahun pernikahan kami, saya dan istri mempunyai pandangan yang sama seperti di lingkungan saya bahwa manusia ketika dilahirkan seperti kertas kosong yang bisa diisi oleh ragam hal yang bisa membentuk kepribadian dan pemikiran. Namun semenjak 2 tahun terakhir pemikiran ini terpatahkan dari pengetahuan yang kami dapat dan di kelas Fondasi CM ini kembali diangkat bahwa anak itu tidak seperti kertas kosong, yang seperti robot bisa diberikan aturan dan perintah, lalu mereka akan tumbuh seperti apa yang diperintahkan. CM melihat manusia tidak sesederhana itu, dari lahir anak itu dibekali dengan keunikan dan bagaimana kita akan mendidik anak berasal dari cara kita memandang anak.

    Bagaimana saya memandang anak?

    Seringkali saya memandang anak, seperti ada keinginan untuk mengubah hal-hal yang tidak baik menjadi baik karena trauma dan pengalaman masa lalu. Cara pandang ini sangat bisa terjebak dalam romantisme anak, bahkan mungkin juga bisa terjebak dalam cara pandang yang otoriter. Dalam CM, cara kita memandang anak perlu diperiksa dan disadari, karena anak merupakan titipan Tuhan dan di dalamnya ada titipan masyarakat. Salah satu hal yang bisa membantu dalam menentukan cara pandang dalam pendidikan anak yaitu dengan memahami bahwa anak-anak terlahir sebagai pribadi utuh, tidak sepenuhnya baik dan buruk, ada possibility baik atau buruk. Anak yang nanti akan tumbuh remaja kemudian dewasa tentu akan punya dampak kepada masyarakat apakah dia akan menjadi seseorang yang bermanfaat atau malah menjadi seseorang yang egois sehingga tujuan titipan masyarakat itu tidak terpenuhi dengan baik.

    Paham pandangan masyarakat kepada anak tidak terlepas dari ideologi yang tumbuh setelah perang dunia, dimana ada banyak kemiskinan secara biologis menderita, lalu muncullah revolusi industri sehingga paham ideologi kapitalisme hadir, ditopang oleh konsumerisme, sehingga menghasilkan individualisme, pendekatan meritokrasi, dan utilitiarisme dalam masyarakat. Ideologi-ideologi ini sangat mempengaruhi sistem pendidikan dimana saat ini banyak kegagalan pendidikan yang terjebak hanya untuk menghasilkan individu yang bisa mencari kerja dan memenuhi kebutuhan biologis saja. Padahal banyak peran yang akan dilakukan oleh anak ketika dia dewasa.

    Bagaimana saya sebagai orang tua bisa menjalani perannya dalam mendidik anak?

    CM memberikan insight bahwa berpeganglah terhadap prinsip kebenaran, prinsip universal, dan prinsip Sang Khalik. Fungsi dari pendidikan bukan untuk membangun manusia untuk memenuhi prinsip biologis; tapi anak adalah manusia yang juga makhluk spiritual. Semakin manusiawi seseorang semakin baik caranya bekerja.

    Tumbuh Bersama Anak dengan Sifat Magnanimity

    Magnanimity? Terus terang saya tidak familiar dengan terminologi ini dan baru mengetahui ketika Mba Ayu menjelaskan. Di buku CM, serial Philosophy of Education, menjelaskan tentang makna Magnanimity, yaitu:

    memiliki imajinasi yang berbudaya, kemampuan menilai dan menimbang yang terlatih, selalu siap menguasai kerumitan profesi apa pun, sementara pada saat yang sama tahu menempatkan dirinya sendiri dan bagaimana memanfaatkan segala kelebihannya untuk meningkatkan kebahagiannya, kebahagiaan sesamanya, dan kesejahteraan masyarakatnya – satu sosok yang bukan cuma bisa mencari nafkah hidup tapi tahu bagaimana caranya hidup

    Nilai-nilai dalam magnaminity inilah yang bisa menjadi rujukan dalam tumbuh bersama anak. Dari magnaminity ini saya kembali berefleksi dan membayangkan betapa sulit sekali karakter ini dibentuk dalam kondisi pendidikan saat ini, apalagi ketika kita belum menjawab tujuan/destinasi dari pendidikan itu sendiri, mau ke arah mana pendidikan kita, prinsip dan cara pendidikan seperti apa yang akan diterapkan.

    Kelas Fondasi CM ini kembali membuat saya merenung, tentang prinsip pendidikan yang akan kami terapkan dalam keluarga. Semoga pengetahuan ini bisa terus saya dan istri narasikan setiap waktu, agar peran kami sebagai orang tua dapat bermanfaat untuk bekal anak kami dalam menjalani hidup.

    Lampiran pengetahuan dan referensi

  • 2017

    2016 is an awesome year!
    Kriteria goal saya sebenarnya sama seperti 2016, hanya di 2017 akan lebih filosofis.
    ready to face 2017

  • 2016

    Fargo Season 1 Poster.jpg

    Biasanya setiap tahun saya selalu memberikan update seperti yang ada di post ini. Bahkan penulisan judul untuk mengabarkan rencana tahun, saya biasanya buat dengan format “Tahun: tema rencana”. Tapi kali ini saya cukup kesulitan menemukan tema untuk tahun ini, karena ada beberapa variasi aksi yang akan saya kerjakan di tahun ini. Saya akan coba jabarkan dalan bentuk keyword:

    Keluarga: Seimbang, senang, dan baik

    Religi: Disiplin dan dalam

    Pengembangan diri: Fokus, optimis, dan berani

    Pekerjaan: Cepat, produktif, dan luas

    Keuangan: Efisien, naik, dan kokoh

    Sosial: Konsisten dan peduli

    Detailnya ada di catatan pribadi saya, yang pasti, tahun ini harus lebih baik daripada tahun kemarin. Amin.

  • 7 Digital Platform yang Bisa Membantu NGO dan Gerakan Sosial di Indonesia

    7 Digital Platform yang Bisa Membantu NGO dan Gerakan Sosial di Indonesia

    Dalam beberapa bulan terakhir, saya dan teman-teman CommCap, mengadakan training untuk beberapa NGO untuk membantu tim internalnya dalam memaksimalkan dan mengoptimalkan aktivitas digital mereka. Di dalam satu sesi khusus, kami membicarakan tentang pelbagai alat dan platform tambahan yang bisa digunakan oleh NGO untuk mencapai objectives. Diambil dari modul training, berikut adalah beberapa platform & tool tsb:

    1. Change.org

    Sebuah platform aksi sosial dalam bentuk petisi online untuk perubahan. Platform ini dapat digunakan oleh NGO maupun individu untuk memobilisasi sekaligus mengedukasi kepada khalayak umum tentang isu yang diangkat. Konsep utama dari petisi online ini adalah public shaming, atau memobilisasi masyarakat yang peduli terhadap isu yang dimana di dalam petisi tersebut dijabarkan kesalahan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh pelaku, bisa individu / organisasi / perusahaan.

    Changeorg

    Untuk NGO, jika ingin memperluas jangkauan dari petisi yang dibuat, ada pilihan yang ditawarkan oleh platform Change.org dalam bentuk sponsored/promoted petition. Jika memang petisi yang dibuat tujuannya sekaligus untuk lead generation , yang perlu diperhatikan adalah pembuat petisi tidak bisa mendapatkan akses terhadap database signers.

    Kunci sukses petisi online di change.org:

    • Good storytelling: Ceritakan isu yang diangkat dalam petisi tersebut dengan narasi yang menarik.
    • Target petisi yang jelas: Cantumkan secara detail dan jelas tujuan dari petisi ini, semakin konkrit semakin baik.
    • Kolaborasi dengan public figure, selebriti, buzzers, dan organisasi yang punya tujuan yang sama. Dengan begitu jangkauan akan semakin luas dan pengaruhnya akan semakin kuat.
    • Rutin update tentang progress dari petisi dan informasi dari topik yang diangkat.

    2. KitaBisa

    Platform crowdfunding untuk proyek sosial, dimana sebuah proyek didanai dari donasi dengan jumlah yang bervariasi dengan reward yang sudah ditentukan oleh pembuat proyek.

    Jika teman-teman sudah familiar dengan Kickstarter dan Wujudkan, fitur yang ada di dalam KitaBisa hampir serupa. Yang membedakannya dengan crowdfunding platform lain adalah proyek-proyek yang ada di dalam KitaBisa mempunyai dampak sosial yang positif.

    KitaBisa

    Kunci sukses proyek di KitaBisa:

    • Good storytelling: Ceritakan proyek sosial yang diangkat dengan narasi yang menarik dan tujuan yang konkrit.
    • Tampilkan foto dan video inspiratif untuk mendukung pengunjung website dalam memahami kisah proyek dan cerita dibalik layar.
    • Transparansi keuangan sangat penting dalam membangun kepercayaan dan kredibilitas untuk calon donor.
    • Siapkan reward yang unik untuk backers (donor).

    (lebih…)

  • August in Blogging U: Blogging 101

    August in Blogging U: Blogging 101

    This is like an oasis for me! Count me in!

    WordPress.com News

    Have you just started blogging (welcome!), or are you looking to breathe new life into a blogging habit that’s fallen by the wayside? Blogging U. is a great way to get on track, with bite-size assignments, a supportive community, and staff to support you. This August, we’re offering Blogging 101— and registration is now open!

    Blogging 101: Zero to Hero — August 3 – 21

    Blogging 101 is three weeks of bite-size blogging assignments that take you from “Blog?” to “Blog!” Every weekday, you’ll get a new assignment to help you publish a post, customize your blog, or engage with the community.

    You’ll walk away with a stronger focus for your blog, several published posts and a handful of drafts, a theme that reflects your personality, a small (but growing!) audience, a grasp of blogging etiquette — and a bunch of new friends.

    I have fallen in love with blogging all over again. It’s been wonderful. I am…

    Lihat pos aslinya 213 kata lagi